Koalisi Besar 2025: Dinamika Peta Kekuatan Parlemen dan Arah Kebijakan Pascapemilu
Jakarta, 25 Juni 2025 — Tiga bulan setelah Pemilu 2024, wajah politik Indonesia kian mengkristal. Koalisi Indonesia Maju yang mengusung pasangan presiden terpilih Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming kini resmi menguasai mayoritas kursi DPR dengan komposisi 68%.
Koalisi ini didukung oleh partai-partai besar seperti Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, dan sebagian besar elemen PPP dan PBB, menjadikan kekuatan eksekutif dan legislatif sangat terkoordinasi. Namun, dominasi ini juga memunculkan kekhawatiran terkait minimnya oposisi kritis di parlemen.
Reposisi Politik: Oposisi Terfragmentasi
Sisa kekuatan oposisi, yang terdiri dari PDIP dan PKS, kini membentuk blok minoritas dengan suara terbatas dalam pembentukan undang-undang dan pengawasan kebijakan.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam pernyataan terbuka menyebut bahwa “peran oposisi bukan untuk mengganggu, melainkan mengingatkan agar demokrasi tidak dibajak oleh mayoritas absolut.”
Namun, beberapa elite partai oposisi justru memilih bergabung dalam pemerintahan demi “stabilitas nasional” — termasuk beberapa tokoh muda yang kini dikabarkan dilirik untuk posisi wakil menteri.
Reshuffle Kabinet: Siapa Diuntungkan?
Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan mengumumkan reshuffle awal kabinet pada Agustus 2025. Isu ini mencuat setelah sejumlah kementerian dianggap stagnan atau tidak selaras dengan visi pertahanan ekonomi dan ketahanan pangan nasional.
Beberapa nama kuat yang muncul:
• Erick Thohir (Golkar): dipertahankan di sektor strategis BUMN
• Ridwan Kamil (Golkar): dipromosikan menjadi Menteri Pendidikan dan Riset
• Andika Perkasa (non-parpol): disebut kembali dalam formasi pertahanan atau intelijen
• Sandiaga Uno (PPP): diplot untuk sektor pariwisata atau koperasi
Menurut pengamat politik CSIS, Dr. Philips Vermonte:
“Reshuffle ini tidak hanya soal evaluasi kinerja, tapi lebih pada penyusunan kekuatan politik jangka panjang hingga 2029.”
Proyeksi Legislasi: Fokus Ekonomi dan Digital
Dengan mayoritas solid, DPR diprediksi akan mempercepat pembahasan 4 RUU strategis:
RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP)
RUU Kedaulatan Digital Nasional
Revisi UU Cipta Kerja (khusus sektor agrikultur dan UMKM)
RUU Otonomi Khusus Daerah Baru (Papua dan Kalimantan Timur)
RUU-RUU tersebut dianggap penting untuk mendukung program unggulan Prabowo-Gibran, termasuk swasembada pangan, transformasi digital desa, dan reformasi militer.
Tantangan Koalisi Besar
Meski terlihat solid, koalisi besar bukan tanpa risiko. Potensi konflik internal antar partai, tarik ulur kursi menteri, serta isu korupsi di daerah bisa menjadi bom waktu.
Selain itu, publik mulai mengkritisi lemahnya suara oposisi di media dan forum-forum kampus. Indeks Demokrasi Indonesia 2025 versi LSI bahkan turun ke skor 6.3 dari 7.1 pada tahun 2022, menunjukkan penurunan kebebasan sipil.
Suara Rakyat: Legitimasi Masih Dijaga
Survei terbaru Litbang Kompas menunjukkan 72% responden menyatakan percaya dengan pemerintahan Prabowo-Gibran, namun hanya 48% yang puas dengan komunikasi publik pemerintah.
Kepala Staf Presiden, Jenderal (Purn) Moeldoko, menanggapi:
“Kami dengar aspirasi rakyat, dan akan lebih transparan serta melibatkan anak muda dalam kebijakan strategis.”
Kesimpulan
Peta politik 2025 menunjukkan stabilitas di permukaan, namun menyimpan kompleksitas di dalam. Pemerintah punya kesempatan besar menjalankan visi transformasi — namun harus berhati-hati agar demokrasi tidak kehilangan keseimbangan antara kekuasaan dan pengawasan.
Apakah Indonesia akan menuju era efektif yang progresif, atau justru terkunci dalam politik akomodasi? Semua tergantung bagaimana Koalisi Besar ini mengelola mandat dan integritas kekuasaan.
Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.
Komentar
Belum ada komentar.