
Politik Sepekan: Kunjungan PM Li Qiang hingga Presiden Macron Warnai Diplomasi Global
Jakarta, 1 Juni 2025 — Dalam sepekan terakhir, lanskap politik internasional diwarnai oleh sejumlah kunjungan tingkat tinggi yang menandai penguatan diplomasi antarnegara, khususnya di kawasan Asia dan Eropa. Sorotan utama datang dari kunjungan Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok Li Qiang ke Indonesia dan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke wilayah Indo-Pasifik, dua agenda yang memperkuat arah kerja sama strategis di tengah ketidakpastian global.
Kedua pemimpin negara besar tersebut membawa agenda berbeda, namun memiliki benang merah dalam hal penguatan aliansi ekonomi dan politik, sekaligus respons terhadap perkembangan geopolitik yang semakin dinamis.
PM Li Qiang di Jakarta: Fokus Ekonomi dan Infrastruktur
Perdana Menteri China, Li Qiang, tiba di Jakarta pada 27 Mei 2025 dalam rangka kunjungan bilateral yang merupakan bagian dari rangkaian diplomasi ekonomi Tiongkok di Asia Tenggara. Kunjungan ini menjadi yang pertama kalinya sejak pandemi COVID-19 dan dianggap sebagai sinyal kuat bahwa Beijing ingin menghidupkan kembali intensitas kerja sama dengan negara-negara mitra.
Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Li Qiang menegaskan komitmen China dalam mendukung pembangunan infrastruktur Indonesia, khususnya kelanjutan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dan investasi energi terbarukan di Kalimantan.
“Tiongkok siap meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi yang saling menguntungkan dengan Indonesia, termasuk melalui Belt and Road Initiative (BRI),” ujar Li dalam konferensi pers bersama.
Kedua negara juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) senilai USD 7,5 miliar yang mencakup bidang energi, manufaktur, dan teknologi digital.
Isu Laut China Selatan dan Keseimbangan Diplomatik
Meski bertema ekonomi, isu keamanan kawasan tetap mencuat, khususnya mengenai Laut China Selatan. Presiden Jokowi menyampaikan pentingnya menjaga stabilitas kawasan dan menjunjung hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.
Analis politik luar negeri dari CSIS, Dr. Evi Rahmawati, menyebut bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari strategi Beijing untuk menegosiasikan kembali pengaruhnya di Asia Tenggara di tengah persaingan dengan Amerika Serikat.
“Indonesia berusaha menjaga keseimbangan diplomatik antara China dan negara-negara Barat. Itu terlihat dari jadwal kunjungan yang berdekatan dengan pemimpin Prancis,” katanya.
Presiden Macron Sambangi Papua Nugini dan Kepulauan Pasifik
Sementara itu, Presiden Emmanuel Macron melanjutkan tur luar negerinya ke wilayah Indo-Pasifik, termasuk kunjungan penting ke Papua Nugini dan Fiji. Dalam agenda tersebut, Macron menekankan pentingnya kedaulatan kawasan Pasifik dari pengaruh negara-negara besar serta peningkatan kerja sama dalam isu perubahan iklim.
Dalam pidatonya di Port Moresby, Macron menyatakan bahwa Prancis ingin memainkan peran lebih besar dalam arsitektur keamanan regional.
“Kami hadir bukan untuk menantang siapa pun, tetapi untuk memperkuat stabilitas dan kemitraan berkelanjutan,” ujarnya.
Langkah ini dilihat sebagai strategi Prancis untuk menjaga relevansinya dalam geopolitik Asia-Pasifik, terutama setelah ketegangan terkait AUKUS (pakta keamanan antara Australia, Inggris, dan AS) yang sebelumnya memicu ketegangan diplomatik dengan Canberra.
Respon Negara-Negara Asia Tenggara
Kunjungan Macron mendapat sambutan positif dari negara-negara kecil di Pasifik, namun menimbulkan dilema bagi negara ASEAN, termasuk Indonesia, yang harus menjaga hubungan harmonis dengan baik China maupun mitra Barat.
Dr. Andi Yudhono, dosen hubungan internasional Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa negara-negara ASEAN kini lebih selektif dalam merespons manuver diplomatik global.
“ASEAN ingin mempertahankan otonomi strategis. Maka kunjungan PM China dan Presiden Prancis ini dimaknai sebagai peluang, bukan ancaman, asalkan prinsip non-intervensi dan dialog tetap dijaga,” jelasnya.
Diplomasi Ekonomi dan Soft Power
Dalam konteks yang lebih luas, kedua kunjungan menunjukkan pergeseran pendekatan diplomasi global yang kini lebih menekankan diplomasi ekonomi dan soft power, alih-alih tekanan militer atau koersi politik.
Baik China maupun Prancis menggunakan pendekatan ini untuk membangun aliansi yang lebih berkelanjutan, terutama dengan negara berkembang yang masih mencari mitra pembangunan dan transfer teknologi.
Selain itu, kunjungan ini menjadi momentum refleksi bagi Indonesia untuk lebih proaktif dalam membentuk agenda diplomasi multilateral yang tidak hanya reaktif terhadap geopolitik global, tetapi juga berdasar pada kepentingan jangka panjang nasional.
Kesimpulan: Politik Global yang Semakin Terbuka dan Kompetitif
Rangkaian diplomasi dalam sepekan terakhir mencerminkan pola baru hubungan internasional yang terbuka, dinamis, dan kompetitif. Kunjungan Li Qiang dan Macron menjadi simbol bahwa negara-negara besar tengah memperebutkan ruang pengaruh di Asia dan Pasifik dengan pendekatan yang lebih halus namun tetap strategis.
Bagi Indonesia dan negara-negara di sekitarnya, ini adalah peluang sekaligus tantangan untuk memperkuat peran sebagai pemain utama kawasan, bukan sekadar medan perebutan pengaruh global.
Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.
Komentar
Belum ada komentar.