
Inflasi Naik, Rupiah Melemah ke Rp17.000: Ini Dampaknya ke Ekonomi RI
Rupiah kembali melemah terhadap dolar AS, menembus level Rp17.000 per USD pada pekan kedua April 2025. Fenomena ini dipicu oleh inflasi global yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda serta ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga lanjutan oleh The Fed. Dampaknya dirasakan langsung oleh pelaku usaha, masyarakat kelas menengah, dan pemerintah dalam mengelola stabilitas ekonomi nasional.
Inflasi Global Tekan Mata Uang Negara Berkembang
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan Indonesia mencapai 4,7%, naik dari bulan sebelumnya yang tercatat 4,2%. Kenaikan harga bahan pokok, energi, dan transportasi menjadi pendorong utama.
Kondisi ini diperburuk dengan penguatan dolar AS akibat proyeksi kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve yang membuat investor asing menarik dananya dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Pasar melihat risiko inflasi masih tinggi, dan pelarian dana asing dari pasar domestik membuat tekanan terhadap rupiah semakin besar,” kata Dr. Andi Prasetyo, ekonom dari Universitas Indonesia.
Dampak Melemahnya Rupiah terhadap Sektor Riil
Pelemahan rupiah menyebabkan biaya impor naik, terutama untuk bahan baku industri. Hal ini berdampak pada naiknya harga produk jadi dan menekan daya beli masyarakat. Sektor usaha yang tergantung pada bahan baku impor kini menghadapi tekanan besar dalam menjaga margin keuntungan.
Selain itu, pemerintah harus menyesuaikan anggaran untuk subsidi energi dan program bantuan sosial demi menjaga kestabilan sosial ekonomi.
Data Kementerian Keuangan mencatat, beban subsidi meningkat 12% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Strategi Bank Indonesia dan Prediksi ke Depan
Bank Indonesia merespons situasi ini dengan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25%, sambil mengintervensi pasar valuta asing untuk menstabilkan rupiah. Namun, langkah ini dinilai belum cukup menahan tekanan dari eksternal.
“Jika inflasi global terus memburuk, Bank Indonesia bisa saja menaikkan suku bunga dalam waktu dekat untuk menjaga stabilitas nilai tukar,” ujar Halim Setiawan, analis di Bank Mandiri Sekuritas.
Pelemahan rupiah bukan hanya masalah nilai tukar, tapi juga mencerminkan ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi tekanan eksternal. Apakah kebijakan moneter dan fiskal pemerintah cukup efektif menahan dampaknya?
Bagaimana pendapat Anda? Apakah strategi saat ini sudah cukup atau perlu intervensi lebih agresif dari pemerintah dan BI? ?
Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.
Komentar
Belum ada komentar.