Donald Trump: Kuota Mahasiswa Asing Harvard Maksimal 15%
Internasional 5 views

Donald Trump: Kuota Mahasiswa Asing Harvard Maksimal 15%

01 Jun 2025 08:42

Washington D.C., Amerika Serikat – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, kembali menjadi sorotan internasional setelah menyampaikan gagasan kontroversial bahwa jumlah mahasiswa asing di institusi elite seperti Harvard University sebaiknya dibatasi maksimal 15 persen dari total populasi mahasiswa. Pernyataan tersebut diungkapkan dalam wawancara terbarunya yang disiarkan oleh Fox News dan langsung mengundang tanggapan luas dari komunitas akademik dan pemerhati pendidikan global.

 

Trump mengklaim bahwa kehadiran mahasiswa asing dalam jumlah besar telah “mengikis kesempatan warga negara AS untuk menikmati pendidikan terbaik di dalam negeri.” Ia juga menyebut bahwa institusi-institusi Ivy League perlu “mengutamakan warga Amerika, bukan menampung siswa-siswa dari luar negeri yang pada akhirnya kembali ke negara asal mereka dengan keuntungan intelektual dari Amerika.”

 

Reaksi dari Pihak Universitas dan Komunitas Akademik

Pihak Harvard University menanggapi pernyataan tersebut dengan sangat hati-hati. Dalam pernyataan persnya, Harvard menekankan bahwa keberagaman mahasiswa adalah pilar penting dalam misi pendidikan global universitas tersebut.

 

“Kami percaya bahwa keberadaan mahasiswa internasional memperkaya perspektif akademik, mendorong kolaborasi lintas budaya, dan memperkuat jaringan diplomatik global,” ujar Prof. Claudine Gay, Presiden Harvard University.

Saat ini, berdasarkan data Open Doors Report 2024 yang dirilis oleh Institute of International Education (IIE), mahasiswa internasional menyumbang sekitar 23,1% dari total mahasiswa program pascasarjana di Harvard dan sekitar 12,5% di jenjang sarjana. Angka ini mencerminkan tren globalisasi pendidikan tinggi di Amerika Serikat yang menjadi daya tarik utama pelajar dari berbagai negara, terutama dari Tiongkok, India, Korea Selatan, dan Kanada.

 

Analisis Dampak Terhadap Pendidikan Internasional

Usulan Trump tidak hanya dianggap diskriminatif oleh banyak pihak, tetapi juga dinilai berisiko mengganggu ekosistem akademik Amerika Serikat yang selama ini telah dikenal sebagai magnet bagi talenta global.

Menurut Dr. Linda Nakamura, analis pendidikan internasional dari Brookings Institution, pembatasan kuota mahasiswa asing dapat memicu brain drain terbalik, di mana siswa-siswa terbaik memilih untuk kuliah di Eropa, Kanada, atau Australia.

 

“Amerika akan kehilangan keunggulan kompetitif dalam membentuk jaringan global dan memimpin dalam riset lintas negara jika akses mahasiswa asing dibatasi secara sistemik,” jelasnya.

 

Sementara itu, Asosiasi Mahasiswa Internasional Amerika (NAFSA) menyebut bahwa mahasiswa internasional berkontribusi sekitar US$ 38 miliar ke ekonomi AS setiap tahunnya, termasuk menciptakan lebih dari 400.000 lapangan kerja secara langsung dan tidak langsung. Angka ini dianggap terlalu signifikan untuk diabaikan demi sentimen politik.

 

Preseden dan Arah Kebijakan Trump

Ini bukan kali pertama Trump melontarkan wacana nasionalisme pendidikan. Pada masa jabatannya (2017–2021), ia sempat memperketat visa pelajar dan memperpendek masa tinggal pasca-kelulusan untuk lulusan asing. Dalam kampanye pencalonan 2024, Trump kembali menempatkan “America First” sebagai fondasi kebijakan, termasuk dalam aspek pendidikan.

 

Namun, pakar kebijakan publik menyatakan bahwa pembatasan kuota seperti yang diusulkan akan menghadapi tantangan hukum dan politik, terutama dalam konteks otonomi universitas dan prinsip nondiskriminasi dalam pendidikan tinggi.

 

Respons Global: Negara Asal Mahasiswa Internasional Bereaksi

Di India dan Tiongkok — dua negara asal mahasiswa terbanyak di AS — usulan ini langsung menjadi pemberitaan utama. Beberapa konsulat pendidikan mengeluarkan peringatan bahwa calon mahasiswa harus mempertimbangkan risiko kebijakan imigrasi baru bila Trump terpilih kembali.

 

“Ini akan berdampak bukan hanya pada calon mahasiswa, tetapi juga pada keluarga dan perusahaan perekrut yang telah menjadikan lulusan AS sebagai sumber daya unggul,” ujar Chen Li, perwakilan China Scholarship Council.

 

Prediksi dan Proyeksi ke Depan

Beberapa skenario proyeksi ke depan berdasarkan polling Gallup Education Outlook 2025 menunjukkan bahwa 64% penduduk AS menolak pembatasan kuota berdasarkan kebangsaan di universitas. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan seperti yang diusulkan Trump kemungkinan akan menghadapi resistensi sosial-politik domestik yang tinggi.

 

Namun, jika diterapkan, pakar memperkirakan penurunan mahasiswa asing hingga 40% di kampus Ivy League dalam waktu 3 tahun pertama, yang berimplikasi pada penurunan pendanaan riset dan pengurangan staf akademik internasional.

 

Kesimpulan

Usulan Donald Trump untuk membatasi kuota mahasiswa asing di Harvard hingga maksimal 15% mencerminkan semangat nasionalisme pendidikan yang kontroversial. Meski sebagian pihak menganggap kebijakan tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap sumber daya domestik, banyak kalangan akademik dan ekonomi memperingatkan dampak serius terhadap daya saing global dan keberlanjutan institusi pendidikan tinggi Amerika.

 

Dalam dunia yang semakin terhubung dan kompetitif, langkah proteksionis dalam pendidikan dapat menjadi bumerang bagi negara yang selama ini menjadi pusat inovasi dan kolaborasi global.

 

Jika diterapkan, kebijakan ini berpotensi mengubah lanskap pendidikan internasional secara fundamental — dan dunia akan mengamati dengan seksama bagaimana langkah ini akan membentuk masa depan pendidikan tinggi di Amerika Serikat.

Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.

Komentar

Belum ada komentar.

Berita Terkait

Indonesia dan Prancis Sepakat Dukung Penghentian Kekerasan Israel di Palestina

Indonesia dan Prancis Sepakat Dukung Penghentian Kekerasan Israel di Palestina

Baca Selengkapnya
Insiden Internasional: Helikopter Putin Ditembaki Drone & Gestur Brigitte Macron Viral

Insiden Internasional: Helikopter Putin Ditembaki Drone & Gestur Brigitte Macron Viral

Baca Selengkapnya
Kim Jong Un Murka: Manajer Galangan Kapal Korut Dipanggil Usai Gagal Luncurkan Kapal Perang

Kim Jong Un Murka: Manajer Galangan Kapal Korut Dipanggil Usai Gagal Luncurkan Kapal Perang

Baca Selengkapnya