
Harga Minyak Lesu Imbas Perang Dagang: Proyeksi dan Dampaknya
Jakarta, 29 April 2025 — Harga minyak global terus mengalami tekanan signifikan, dipicu oleh meningkatnya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global dan penurunan permintaan energi, yang berdampak langsung pada pasar minyak mentah dunia.?
Penurunan Harga Minyak Global
Pada perdagangan Selasa, harga minyak mentah Brent turun 44 sen menjadi US$65,42 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) turun 40 sen ke US$61,65 per barel. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap dampak negatif perang dagang terhadap pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi global.?
Proyeksi Analis dan Lembaga Keuangan
Barclays telah merevisi proyeksi harga minyak Brent untuk 2025 menjadi US$70 per barel, turun US$4 dari perkiraan sebelumnya, dengan alasan surplus pasokan sebesar 1 juta barel per hari dan meningkatnya ketegangan perdagangan global. HSBC juga menurunkan proyeksi harga Brent menjadi US$68,5 per barel untuk 2025, mencerminkan permintaan yang lemah dan ketidakpastian pasar akibat kebijakan perdagangan yang tidak dapat diprediksi.
J.P. Morgan memperkirakan harga rata-rata Brent akan mencapai US$73 per barel pada 2025, dengan surplus pasokan sebesar 1,3 juta barel per hari. Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan bahwa dalam skenario ekstrem, harga Brent bisa turun di bawah US$40 per barel pada akhir 2026 jika perang dagang terus berlanjut dan pemangkasan produksi OPEC+ dihentikan sepenuhnya. ?
Dampak Perang Dagang terhadap Permintaan dan Pasokan
Perang dagang antara AS dan China telah menyebabkan penurunan proyeksi permintaan minyak global. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menurunkan proyeksi permintaan minyak global untuk 2025 sebesar 150.000 barel per hari menjadi 1,3 juta barel per hari. International Energy Agency (IEA) juga mencatat bahwa permintaan pada 2025 diperkirakan akan naik sebesar 1,1 juta barel per hari, namun tetap di bawah proyeksi sebelumnya.
Di sisi pasokan, OPEC+ mempertimbangkan untuk meningkatkan produksi, yang dapat memperburuk surplus pasokan dan menekan harga lebih lanjut. Barclays mencatat bahwa produksi non-OPEC, termasuk dari AS, Kanada, Brasil, dan Norwegia, mengalami penurunan dari proyeksi sebelumnya, sementara OPEC+ mempercepat penghapusan pemangkasan produksi sukarela oleh beberapa anggota utama. ?
Risiko Resesi Global
Ketegangan perdagangan yang meningkat telah memicu kekhawatiran akan resesi global. JP Morgan memperkirakan kemungkinan resesi global mencapai 80%, yang dapat menyebabkan harga minyak Brent turun ke US$58 per barel. Kekhawatiran ini diperkuat oleh kebijakan tarif agresif yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, yang telah memperburuk hubungan dagang dengan China dan menimbulkan ketidakpastian di pasar global. ?
Prospek ke Depan
Para analis memperkirakan bahwa harga minyak akan tetap berada dalam tekanan selama ketegangan perdagangan terus berlanjut. Barclays menyatakan bahwa dalam skenario terbaik, jika ketegangan perdagangan mereda dan OPEC+ menyesuaikan produksinya, harga Brent dapat rata-rata mencapai US$75 per barel. Namun, jika permintaan melemah dan tren produksi saat ini berlanjut, harga bisa turun ke kisaran US$50 per barel. ?
Kesimpulan
Harga minyak global saat ini berada di bawah tekanan signifikan akibat meningkatnya ketegangan perang dagang antara AS dan China. Penurunan permintaan global dan surplus pasokan telah menyebabkan revisi proyeksi harga oleh berbagai lembaga keuangan dan analis pasar. Risiko resesi global semakin memperburuk prospek pasar energi. Dalam kondisi ini, pelaku pasar dan pemangku kepentingan di sektor energi perlu memantau perkembangan geopolitik dan kebijakan perdagangan global untuk menavigasi ketidakpastian yang ada.?
Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.
Komentar
Belum ada komentar.