Tren Gaya Hidup Sehat 2025: Masyarakat Urban Beralih ke Slow Living dan Nutrisi Fungsional
Jakarta, 25 Juni 2025 — Di tengah cepatnya arus teknologi dan tekanan hidup perkotaan, masyarakat Indonesia, khususnya kalangan profesional urban, mulai menunjukkan pergeseran besar dalam gaya hidup mereka. Tren yang kini berkembang tidak hanya soal makanan sehat atau olahraga rutin, tapi juga mencakup pendekatan menyeluruh terhadap keseimbangan fisik dan mental. Tahun 2025 menandai momentum kuat bagi gerakan "slow living", plant-based diet, dan digital minimalism.
Menurut hasil survei yang dilakukan Nielsen Indonesia pada kuartal pertama 2025 terhadap 2.000 responden usia 25–40 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung, 74% menyatakan bahwa mereka “lebih memprioritaskan kesehatan mental dibanding pencapaian finansial ekstrem”. Ini merupakan lonjakan signifikan dibandingkan data 2020 yang hanya berada di 48%.
“Kami melihat pergeseran ke arah hidup lebih sadar dan penuh makna. Orang-orang sekarang rela membayar lebih untuk makanan fungsional, layanan mindfulness, dan detoks digital,” ungkap Dr. Laksmi Ardiani, ahli psikologi keseharian dari Universitas Indonesia.
Plant-Based Diet dan Makanan Fungsional Naik Daun
Salah satu tren paling mencolok adalah meningkatnya konsumsi makanan berbasis nabati (plant-based). Tidak hanya menjadi pilihan vegan dan vegetarian, masyarakat umum mulai mengurangi konsumsi daging merah dan menggantinya dengan sumber protein seperti tempe, edamame, jamur, dan kacang-kacangan.
Produk seperti “tempe oat bakar”, “susu kacang almond lokal”, dan “minuman probiotik jamu fermentasi” laris di pasaran, terutama di e-commerce makanan sehat seperti Greenly, Honest Spoon, dan GoodnessID.
Industri makanan fungsional diprediksi tumbuh 12,3% tahun ini, didorong meningkatnya minat akan bahan alami dengan manfaat tambahan seperti anti-inflamasi, imun booster, hingga mood stabilizer.
Kesehatan Mental: Dari Isu Tertutup Menjadi Konsumsi Populer
Isu kesehatan mental yang dahulu dianggap tabu, kini menjadi sorotan utama. Aplikasi meditasi seperti Riliv dan Mindtera mengalami lonjakan pengguna hingga 80% dibanding tahun lalu. Workshop mindfulness, retreat yoga di Ubud, dan layanan konseling digital kini menjadi bagian dari gaya hidup kalangan white collar dan content creator.
Psikolog klinis Evi Salim mengatakan bahwa pandemi menjadi titik awal kesadaran masyarakat bahwa "produktif terus-menerus bukanlah tolok ukur kebahagiaan". Gaya hidup 2025 mencerminkan perubahan besar: dari hustle culture ke healing culture.
Digital Detox: Batasi Gadget Demi Kesehatan Jiwa
Tren digital detox juga makin kuat. Kampanye #HidupTanpaNotifikasi yang digaungkan beberapa influencer dan psikolog berhasil menjangkau lebih dari 3 juta pengguna Instagram dan TikTok dalam 2 bulan terakhir.
“Saya mulai tidur lebih nyenyak dan bisa membaca buku setiap malam sejak membatasi ponsel hanya 2 jam per hari,” ujar Fanny, seorang manajer HR dari Jakarta Selatan.
Banyak keluarga urban kini menerapkan "zona bebas gadget" di rumah dan menjadwalkan 1 hari per minggu tanpa media sosial. Ini didukung kemunculan produk seperti alarm analog, ponsel dumbphone, dan jurnal kertas yang kembali populer.
Prediksi Pakar: Gaya Hidup Holistik Jadi Arus Utama
Pakar gaya hidup dari Universitas Padjadjaran, Rino Yudha, memprediksi bahwa ke depan masyarakat akan semakin mengintegrasikan pendekatan holistik dalam hidup sehari-hari. Ini mencakup pola makan, tidur, relasi sosial, sampai bagaimana mereka mengelola ekspektasi diri dan karier.
Pemerintah pun mulai mengadopsi pendekatan ini melalui kampanye “Kota Sehat 2030” yang mulai diujicobakan di Bandung dan Yogyakarta, mencakup pembangunan taman kota, jalur sepeda, dan klinik konseling gratis.
Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.
Komentar
Belum ada komentar.