
Cerita Atie Nitiasmoro Ikut Lestarikan Kebaya, Sempat Dicemooh
Roma, 22 April 2025 – Atie Nitiasmoro, istri Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, telah menjadikan kebaya sebagai bagian integral dari gaya hidupnya. Sebagai pegiat kebaya, Atie tidak hanya mengenakan kebaya dalam acara resmi, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.?
Perjalanan Berkebaya: Dari Cemoohan hingga Apresiasi
Perjalanan Atie dalam mengenakan kebaya tidak selalu mulus. Ia pernah menerima cemoohan dari lingkungan sekitarnya. "Ibu-ibu dari teman sekolah anak saya, kalau saya jemput anak saya dan kami ngumpul, mereka bilang, 'Mbak, ngapain sih lu kebayaan mulu? Enggak enak dilihatnya'," ujar Atie. Namun, ia tetap teguh pada pilihannya untuk mengenakan kebaya.
Seiring waktu, pandangan masyarakat mulai berubah. Di luar negeri, terutama di Roma, Italia, Atie sering mendapatkan pujian atas penampilannya. "Mereka suka lihatnya, dan justru datang menghampiri untuk tanya saya pakai baju apa, namanya baju apa, malah mereka ajak foto," ungkap Atie. ?
Komitmen dalam Komunitas Berkebaya
Pada akhir 2014, Atie bergabung dengan komunitas pegiat kebaya. Ia merasa senang menemukan orang-orang yang juga gemar mengenakan kebaya sehari-hari. "Ketika teman saya ajak ikut mereka bikin gerakan berkebaya, untuk masuk komunitas, itu dengan senang hati saya menyambut ajakan dan berkomitmen sampai sekarang," terang Atie. ?
Komunitas ini menjadi wadah bagi Atie untuk terus mempromosikan kebaya sebagai bagian dari identitas budaya Indonesia. Melalui berbagai kegiatan, mereka berupaya memperkenalkan kebaya kepada generasi muda dan masyarakat luas.?
Diplomasi Budaya melalui Kebaya
Sebagai istri Duta Besar, Atie memanfaatkan posisinya untuk memperkenalkan kebaya dalam berbagai acara diplomatik. Dalam setiap acara formal yang dihadiri Paus Fransiskus, para Duta Besar dan pasangannya wajib mengikuti kebijakan menggunakan pakaian khas masing-masing negara dan berwarna hitam. Atie memilih mengenakan kebaya, yang sering menarik perhatian dan mendapatkan pujian dari istri-istri Duta Besar negara lain. ?
Melalui pendekatan ini, Atie tidak hanya memperkenalkan kebaya sebagai pakaian tradisional, tetapi juga sebagai simbol diplomasi budaya Indonesia di kancah internasional.?
Kebaya sebagai Warisan Budaya ASEAN
Atie juga terlibat dalam upaya menjadikan kebaya sebagai warisan budaya takbenda ASEAN yang diakui oleh UNESCO. Ia menyatakan bahwa kebaya adalah budaya yang dimiliki bersama oleh berbagai negara di kawasan ASEAN. "Negara-negara di ASEAN semuanya bersatu, jadi yang disebut budaya juga cair, jadi tidak mungkin kita mengklaim bahwa kebaya hanya milik Indonesia," jelas Atie. ?
Upaya ini menunjukkan komitmen Atie dalam mempromosikan kebaya sebagai simbol persatuan dan identitas budaya di tingkat regional.?
Literasi Kebaya melalui Buku “Kebaya Kaya Gaya”
Pada Juli 2024, Atie bersama empat pegiat kebaya lainnya menerbitkan buku berjudul "Kebaya Kaya Gaya: Selaras Mengikuti Zaman" untuk merayakan Hari Kebaya Nasional yang ditetapkan pada 24 Juli. Buku ini memuat berbagai kisah, nilai, dan filosofi di balik kebaya, serta panduan praktis dalam mengenakannya. Publikasi ini bertujuan untuk meningkatkan literasi budaya dan memperkenalkan kebaya kepada generasi muda. ?
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun telah mendapatkan apresiasi, Atie menyadari bahwa masih banyak tantangan dalam melestarikan kebaya. Ia berharap industri film dan media dapat lebih berperan dalam mempromosikan kebaya kepada masyarakat luas. "Agar gerakan berkebaya sehari-hari semakin masif, industri film perlu lebih andil dalam gerakan tersebut," ujar Atie. ?
Dengan semangat dan dedikasi, Atie Nitiasmoro terus berupaya menjadikan kebaya sebagai bagian dari gaya hidup modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional. Melalui berbagai inisiatif, ia berharap kebaya dapat terus lestari dan dikenal di seluruh dunia sebagai simbol budaya Indonesia.?
Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.
Komentar
Belum ada komentar.