
Berbahaya untuk Kesehatan, Jangan FOMO Ikut Maraton jika Jarang Olahraga Lari!
Fenomena maraton kian populer di kalangan profesional urban. Tak sedikit yang tergoda untuk ikut serta demi tren atau ajang pencapaian pribadi, bahkan tanpa persiapan fisik memadai. Padahal, menurut para ahli, memaksakan diri mengikuti maraton tanpa latihan rutin bisa berbahaya dan berdampak serius terhadap kesehatan.
Tren Maraton di Kalangan Profesional
Dalam lima tahun terakhir, partisipasi dalam ajang maraton meningkat signifikan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Maraton tak hanya dianggap sebagai kegiatan olahraga, tetapi juga simbol gaya hidup sehat dan pencapaian personal yang prestisius. Menurut data dari RunRepeat, meskipun secara global tren partisipasi menurun, di Indonesia dan negara-negara berkembang justru menunjukkan kenaikan.
"Maraton telah menjadi bagian dari identitas profesional urban yang aktif dan produktif. Namun, ada kesalahpahaman bahwa mengikuti maraton bisa dilakukan secara instan tanpa persiapan bertahap," ujar dr. Grace Limantara, Sp.KO, spesialis kedokteran olahraga dari RS Premier Bintaro.
Risiko Kesehatan yang Mengintai
Ikut maraton tanpa kebiasaan latihan teratur, khususnya lari jarak jauh, dapat memicu berbagai risiko kesehatan, di antaranya:
1. Cedera Muskuloskeletal
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons, cedera paling umum dalam maraton meliputi cedera lutut, tendinitis Achilles, dan plantar fasciitis. Tubuh yang tidak terbiasa dengan beban berlebih dan repetitif selama berjam-jam berisiko mengalami kerusakan jaringan.
2. Gangguan Kardiovaskular
Meskipun olahraga bermanfaat bagi jantung, aktivitas ekstrem mendadak seperti maraton dapat memicu serangan jantung, terutama bagi individu yang tidak terbiasa latihan intens. Laporan dari Journal of the American College of Cardiology (2023) menunjukkan peningkatan risiko aritmia pada pelari amatir yang tidak memiliki kondisi jantung terpantau sebelumnya.
3. Heat Stroke dan Dehidrasi
Paparan panas dan aktivitas intens selama maraton berpotensi menyebabkan heat stroke. Kurangnya pengetahuan tentang hidrasi yang tepat sebelum dan selama lomba juga bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
“Masalahnya bukan pada maratonnya, tetapi pada ketidaksiapan tubuh. Banyak orang datang tanpa latihan dan merasa bisa memaksakan diri. Ini yang sangat berbahaya,” tambah dr. Grace.
Faktor Psikologis: FOMO dan Tekanan Sosial
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) mendorong banyak profesional untuk ikut maraton tanpa alasan yang benar-benar berdasar. Media sosial menjadi katalisator utama, di mana unggahan foto saat finish maraton dipandang sebagai pencapaian sosial. Akibatnya, banyak yang terjun mengikuti event hanya demi validasi publik.
Menurut psikolog klinis, Ratih Ibrahim, M.Psi, “Ada tekanan sosial yang membuat orang merasa harus ikut, agar dianggap produktif dan berjiwa sehat. Padahal olahraga harus dilakukan sesuai kapasitas, bukan demi eksistensi.”
Rekomendasi Ahli: Persiapan Minimal 12 Minggu
Bagi profesional yang ingin mengikuti maraton, para ahli menyarankan untuk memulai program pelatihan minimal 12 minggu sebelum lomba. Program ini harus mencakup:
• Lari rutin sebanyak 3–4 kali per minggu.
• Latihan kekuatan (cross-training) untuk memperkuat otot pendukung lutut dan pergelangan kaki.
• Evaluasi medis, terutama bagi yang berusia di atas 35 tahun atau memiliki riwayat penyakit kronis.
• Simulasi lomba: Latihan long run setiap akhir pekan untuk membiasakan tubuh terhadap durasi lari maraton.
Selain itu, penggunaan pelatih atau program lari digital juga direkomendasikan untuk membantu merancang jadwal latihan yang personal.
Alternatif Sehat: 5K atau 10K Lebih Aman
Bagi pemula, mengikuti lomba lari jarak pendek seperti 5K atau 10K jauh lebih disarankan. Kegiatan ini tetap memberikan manfaat kesehatan tanpa risiko besar terhadap tubuh yang belum siap.
Bahkan WHO dalam laporan terbarunya (2024) menyatakan bahwa olahraga aerobik intensitas sedang selama 150 menit per minggu, seperti jogging ringan, sudah cukup untuk menjaga kesehatan jantung dan metabolisme.
Kesimpulan
Tren mengikuti maraton di kalangan profesional memang menggoda, tetapi sebaiknya tidak dilakukan secara impulsif. Kesehatan adalah investasi jangka panjang yang harus dijaga melalui persiapan dan kedisiplinan. Alih-alih ikut-ikutan, penting bagi individu untuk mendengarkan kondisi tubuh dan berkonsultasi dengan ahli sebelum menempuh tantangan maraton.
Memaksakan diri hanya karena tekanan sosial justru dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan yang fatal. Pilih jalur kebugaran yang aman dan berkelanjutan demi manfaat jangka panjang yang nyata.
Untuk mengirim komentar, Anda perlu login.
Komentar
Belum ada komentar.